TIMES MAJALENGKA, JAKARTA – Belakangan kata “dungu” menjadi viral. Sering diucapkan orang, banyak muncul di media dengan berbagai kontroversi pemberitaan dan polemik. Tak lain disebabkan oleh kehadiran Rocky Gerung di pentas politik nasional.
Rocky Gerung diketahui sebagai seorang akademisi yang pernah mengajar di Universitas Indonesia, salah satu mahasiswa yang pernah dibimbingnya adalah aktris cantik Dian Sastro Wardoyo. Nama Rocky mengemuka dalam pemberitaan nasional sejak yang bersangkutan kerap kali tampil di acara ILC yang disiarkan oleh TV One.
ILC yang langsung dipandu oleh Karni Ilyas telah membesarkan nama Rocky Gerung sebagai seorang akademisi sekaligus filosof. Rocky Gerung memposisikan diri sebagai kritikus terhadap setiap kebijakan pemerintah. Tak heran jika dia menjadi rujukan dan sandaran para oposisi negeri ini dalam berargumentasi.
Rocky Gerung dekat dengan beberapa partai seperti PKS, Gerindra juga Demokrat. Dia bersama tokoh-tokoh oposisi seperti Fadli Zon, Said Didu, Refli Harun menyerang setiap kebijakan pemerintah.
Prabowo Subianto termasuk tokoh yang mengidolakannya, bahkan Rocky Gerung sempat disiapkan mejadi menteri oleh Ketua Umum Gerindra tersebut. Sayang Prabowo tak mampu mengalahkan Jokowi dalam dua kali Pilpres.
Dalam setiap perdebatan Rocky Gerung kerap kali melontarkan kata “dungu” pada lawan bicaranya. Dia nampak angkuh, merasa paling pinter dan percaya diri dengan keilmuan yang dimilikinya.
Gerung sering menyerang lawan debatnya dengan kata “dungu”. Seakan semua orang yang ada di depannya adalah orang dungu. Hanya dirinya yang mengerti. Dungu menjadi senjata Rocky Gerung dalam memotong argumentasi lawan bicaranya.
Apa sebenarnya makna dungu itu? Dalam KBI dungu diartikan sebagai “sangat tumpul otaknya”, “tidak cerdas”, “bebal” dan “bodoh”. Dengan demikian dungu adalah orang bodoh yang kemampuan berpikirnya bebal.
Paling mutakhir Rocky Gerung melakukan kritik tajam terhadap pemerintah dengan menyebut Presiden Jokowi telah menjual IKN ke Cina. Kali ini kritik Rocky Gerung kelewat batas. Dia menyerang pribadi Presiden tidak sekedar menyebutnya sebagai dungu tapi melabelinya dengan ungkapan yang sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang akademisi.
Pro-kontra pun bermunculan. Ucapannya diduga kuat mengandung unsur penghinaan dan telah memunculkan kegaduhan dalam masyarakat. Seperti sebelumnya Jokowi tak meladeninya, beliau memilih untuk fokus bekerja.
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas lebih jauh soal perilaku Rocky Gerung selama ini terhadap pribadi Presiden. Saya lebih tertarik mendiskusikan sikap Presiden yang tak pernah merasa terganggu dengan segala macam cercaan, cacian makian dan hinaan dari Rocky Gerung atas nama kritik terhadap pemerintah. Kata ”dungu” yang diterimanya tak pernah membuatnya marah.
Apa sebenarnya yang dipahami Jokowi terhadap kata “dungu” Rocky Gerung? Saya menduga ada beberapa sebab, pertama orang dungu itu orang yang merasa paling pandai. Sehingga dia menutup diri untuk belajar. Menolak setiap argumentasi. Mengabaikan segala informasi.
Akhirnya si dungu tak mampu melihat kebenaran sebagai kebenaran. Si dungu menganggap dirinyalah yang paling benar. Si dungu menjadi orang yang paling bodoh.
Kata “dungu” Rocky Gerung mungkin dipahami oleh Jokowi seperti itu. Orang yang kerapkali melontarkan kata “dungu” pada orang lain sejatinya menjelaskan bahwa dirinya adalah si dungu.
Kedua, ada penjelasan dalam Alquran tentang bagaimana cara meladeni orang-orang bodoh. Orang bodoh bukan berarti orang yang tidak berpendidikan. Orang yang bergelar doktor pun bisa menjadi bodoh. Karena, kebodohan tidak berkaitan dengan ijazah. Kebodohan erat kaitannya dengan akhlak.
Allah berfirman dalam surat Al Furqon ayat 63, adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan “salam”.
Menghadapi orang bodoh yang mengolok-olok kita diajari dengan cukup mengucapkan salam padanya. Salam dapat diartikan sebagai doa, yakni cukup dengan mendoakannya. Salam juga bisa dipahami sebagai tak perlu meladeninya.
Meladeni orang bodoh adalah kebodohan seperti meladeni orang gila adalah kegilaan. Al-Qur'an menegaskan hanya orang yang rendah hati yang dapat melakukan hal tersebut.
Ketiga, ada pepatah anjing menggonggong kafila berlalu. Artinya biarkan orang bicara sesukanya, mempergunjingkan, atau mencaci maki sebaiknya fokus saja dengan apa yang diyakini dan dikerjakan. Ungkapan tersebut seperti jawaban Pak Jokowi saat ditanya wartawan soal cacian Rocky Gerung belum lama ini. Katanya, itu masalah kecil saya fokus bekerja saja.
Pelajaran
Dari ungkapan “dungu” Rocky Gerung kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran. Pertama, jangan mudah menganggap orang lain bodoh atau dungu sebab sejatinya hal itu bisa berbalik pada orang yang mengatakannya.
Orang yang membodohkan orang lain berangkat dari sikap angkuh dan sombong. Kesombongan menutup kebenaran. Saya ingat dengan ungkapan orang yang mengaku pandai pada hakekatnya bodoh sebab dengan mengaku pandai dia tak mau belajar. Sebaliknya orang yang mengaku dirinya bodoh sejatinya dia pandai sebab dia pasti akan belajar.
Kedua. kritik itu sejatinya baik selagi berdasarkan data, argumentasi yang benar. Kritik tak sepantasnya diiringi dengan cacian. Hal tersebut akan membiaskan subtansi kritik. Kritik itu harus membangun. Kritik yang membangun tak sekadar menyalahkan tapi menyediakan jalan keluar atau solusi.
Ketiga, tidak semua orang senang dengan apa yang kita lakukan. Sebaliknya, tidak semua benci dengan apa yang kita lakukan. Pohon semakin tinggi semakin kencang angin menerjang. Semakin banyak yang mencintai semakin banyak pula yang membenci. Itulah hukum alam. Sebagai pelaku sejarah setiap orang kudu siap dicintai juga dibenci.
Walhasil “dungu” yang kerapkali dilontarkan Rocky Gerung bisa jadi yang memacu semangat pak Jokowi dalam bekerja membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Nyatanya seiring caci maki, hujatan dan hinaan justru kepuasan publik terhadap Jokowi menembus angka 80 an persen lebih.
Sebuah prestasi yang konon tak belum pernah diraih oleh para pemimpin dunia. Apa perlu Jokowi mengucapkan terimakasih pada Rocky Gerung?
***
*) Oleh: Amirudin Mahmud, Pemerhati Sosial-Politik dan Keagamaan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : |